Visi Pernikahan Itu Bukan Lelucon


Buku Melangkah Searah
(Sumber: qultummedia.com)

Melangkah Searah: Asam-Manis Rumah Tangga Muda | Aji Nur Afifah | Penerbit: Qultum Media | Cetakan keempat, November 2019 | Tebal: x + 210 halaman | ISBN: 978-979-017-419-1

Membaca judulnya sudah terbayang seperti apa buku ini nanti ketika dibaca. Dari kode batang yang terletak di sampul belakang, buku ini termasuk dalam kategori Islamic Inspiration. Tentu buku ini tidak lekas memberi inspirasi untuk segera berumah tangga. Tapi, mempersiapkan diri untuk berumah tangga. Namun, dalam kapasitas terbatas manusia, kesiapan sangat relatif, yang pada intinya, manusia tidak akan pernah merasa siap untuk menikah.

Ketika diberi buku ini seharusnya saya tertawa, karena mengingat argument-argumen yang saya lontarkan dulu terkait independensi yang akan menghilang ketika sudah berumah tangga. Tapi argument itu tidak hilang ketika saya menuntaskan buku ini. Saya ucapkan terimakasih kepada adik saya yang sudah bersusah payah mencarikan motivasi untuk segera menikah. Tapi motivasi itu harus lebih dari sekadar buku, mungkin seratus buku lagi baru bisa memotivasi.

Sampul depan buku ini sangat menenangkan dengan warna kuning, tulisan hitam, dan rumah mungil ditengahnya. Tulisan yang tersaji dihadirkan dengan ukuran yang cukup besar untuk buku dengan dimensi 14x20 cm. Garis tepi juga dibuat lebih lebar, jadi untuk menuntaskan 210 halaman tidak diperlukan waktu yang banyak.

Buku ini menceritakan pengalaman pernikahan penulis. Dimulai dengan pertemuan singkat dengan suaminya dan diakhiri dengan macam ujian rumah tangga. Untuk pertemuan yang lebih panjang ada di buku Menentukan Arah. Meskipun usia pernikahan penulis tidak bisa dikatakan lama, tapi tingkat kedewasaan melebihi usia pernikahannya. Ada banyak petuah yang bisa diambil dari buku ini bukan hanya untuk yang sudah menikah, tapi juga untuk siapa saja, bahkan yang tidak ingin menikah.

Ada peran keluarga dan lingkungan dalam pembentukan rumah tangga seseorang kedepannya. Mungkin kita menganggap orang tua kita tidak mendidik kita dengan baik, dan kita mencoba mengubahnya ketika nanti akan mendidik anak, ini sebuah visi yang bagus. Namun, visi tadi sukar dicapai jika tidak dibarengi dengan ikhtiar mencari lingkungan yang mendukung. Penulis, menulis buku ini dengan sangat tenang, jauh dari prahara rumah tangga orang-orang urban, pagi susah makan, malam kelaparan, utang belum lunas. Ini karena penulis mendapat keluarga dan lingkungan yang tepat untuk mengembangkan visinya. Contoh, penulis menghindari diri dari suatu hal yang berbau kredit. Namun, itu bukan berarti pekerjaan menjadi mudah, karena hidup sangat dinamis.

Visi pernikahan juga menjadi poin penting yang ditekankan penulis. Mungkin kita menganggapnya lucu, tapi pernahkah kita berpikir untuk apa kita menikah?. Apakah untuk hidup menua bersama pasangan?. Jika iya, maka tidak perlu ada anak dalam hubungan tersebut. Apakah menikah untuk menyalurkan hasrat biologis?. Pikiran liberal saya mengatakan, tak perlu menikah untuk melakukan hal itu. Pernikahan harus lebih dari tujuan-tujuan yang bersifat praksis. Harus ada tujuan yang lebih besar untuk melaksanakan pernikahan. Apakah salah ingin menikah hanya karena ingin menua bersama orang terkasih?. Tidak salah pastinya, tapi ada konsekuensi dari keinginan tersebut, semisal mempertahankan rumah tangga, menjaga pola hidup sehat agar bisa menginjak usia tua dan lain sebagainya. Visi pernikahan yang sering kita anggap lelucon bisa menjadi tujuan dan pijakan dalam menjalani hidup pernikahan.

“Menikahlah dengan seseorang yang juga mau menikahi mimpi-mimpimu. Yang matanya berbinar ketika citamu berbinar. Yang senyumnya ikut terkembang ketika asamu terkembang” halaman 19.

Meskipun penggalan kalimat diatas sedikit kurang puitis, tapi makna yang terkandung sangat dalam. Pernikahan seharusnya bukan ajang saling membunuh mimpi, melainkan saling mendukung. Tidak masalah bila ada suami yang tidak bisa membetulkan genteng bocor atau istri yang tidak bisa memasak opor, asal mereka mau belajar. Pokok yang menjadi masalah adalah memiliki pasangan yang tidak mau belajar.

Meskipun masuk dalam kategori Islamic Inspiration, beberapa nasihat yang disampaikan bersifat universal. Semisal nasihat menyelesaikan masalah sebelum tidur, tantangan 40 hari pertama pernikahan tanpa konflik, dan pengelolaan keuangan rumah tangga muda. Penyampain yang ringan membuat siapapun mudah memahami maksud dari penulis.


Semarang, Januari 2021

Tidak ada komentar untuk "Visi Pernikahan Itu Bukan Lelucon"