Membaca Laporan Cak Rusdi

Buku Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam
(Sumber: Buku Mojok)

Mereka Sibuk Menghitung Langkah Ayam | Rusdi Mathari | Penerbit: Buku Mojok | Cetakan pertama, Juli 2018 | Tebal: viii + 215 halaman | ISBN: 978-602-1318-63-8

Reportase dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dilabeli sebagai kata benda dengan makna pemberitaan; pelaporan; laporan kejadian. Kesemua reportase dalam buku ini pernah dimuat dalam blog Rusdi Mathari, menjadi pertanyaan juga, mengapa tulisan-tulisan sebagus ini tidak ada media yang pernah memuat. Karena kesemua artikel selalu diakhiri dengan keterangan pertama kali dipublikasikan di rusdimathari.com.

Jika ada alasan isu yang ditulis sangat sensitif, mungkin kurang relevan, karena beberapa tulisan bukan berita besar, seperti belanja ke pasar misal. Atau mungkin, memang tulisan-tulisan ini pernah dimuat media dalam bentuk lain. Mengingat beberapa reportase merupakan bagian dari kerja Rusdi sebagai wartawan, semisal tiga bagian Antasari: Catatan Seorang Wartawan, atau tiga judul pertama dalam bab 2 buku ini yang memberitakan soal sawit. Kedua bagian itu sepertinya memang catatan Cak Rusdi tentang kerja jurnalistik yang ia lakukan. Hal lain yang tidak saya pahami juga adalah, mengapa sembilan belas judul dalam buku ini dimuat dalam dua bab yang berbeda, bab 1 terisi sepuluh judul, dan sisanya masuk bab 2. Saya coba mengambil setiap ruh dari tulisan-tulisan ini, dan belum bisa mendapat alasan mengapa buku ini terbagi dalam dua bab.

Judul buku ini diambil dari salah satu liputan yang dianggap oleh penyunting sebagai tulisan terbaik yang ada dalam himpunan. Saya harus menyepakati, dan memang sudah seharusnya sadar bahwa liputan konflik Syiah-Suni di Sampang itu adalah reportase terbaik. Secara singkat, tulisan yang berjudul lengkap sesuai dengan judul buku ini, menggambarkan konflik politik dalam arena agama. Konflik Syiah-Suni merupakan gemercik lain dari beberapa konflik terkait identitas lain. Judul liputan ini diambil dari ungkapan berbahasa Madura yang memiliki arti “Mereka terlalu sibuk menghitung langkah ayam, tapi lupa kaki mereka justru menginjak tahi ayam.” Tokoh-tokoh agama terlalu sibuk dengan urusan-urusan kepentingan sehingga lupa dengan kepentingan apa sesungguhnya mereka berhadapan.

Reportase lain juga menyoroti hal-hal kecil dan terpinggirkan, seperti pengidap AIDS yang dikucilkan, atau pegawai dan penghuni beberapa panti jompo yang menghabiskan hari demi hari dengan rutinitas membosankan. Cak Rusdi mengajak kita untuk membuka mata lebih lebar dalam melihat sebuah rumah, melihat sebuah negara. Dalam reportase berjudul “Listrik Tak Pernah Sampai Santren” kita mungkin sulit percaya bahwa sebuah desa yang hanya berjarak lebih kurang 6 kilometer dari pusat kota masih tidak memiliki listrik dan nampak seperti desa mati, sedang jalan raya yang tak jauh dari desa itu selalu hiruk oleh kendaraan.

Santren, mungkin adalah sebuah desa yang setiap hari kita lewati tapi kita tidak tahu masalah yang mereka hadapi. Atau lebih sederhana, bagaimana reaksi kita ketika melihat tetangga kita sedang dipukuli oleh suaminya. Bahkan mungkin, kita akan memaklumi anak-anak yang tanpa ijin mengambil buah mangga ranum di halaman tetangga kita. Jika memang kita hanya diam ketika seorang anak mengambil buah mangga di halaman tetangga kita, maka harapan untuk menjadi lebih peka terhadap masalah lain sangat sulit diharapkan.

Dalam satu contoh lain, sedekat apa sebuah kampus atau perguruan tinggi dengan kandang ayam, sehingga mereka lebih suka mendengar kokok kencang ayam daripada mendengar protes keras yang tak kalah kencang tentang kekerasan seksual. Jika meniru istilah Madura tadi mungkin akan berbunyi, “Mereka terlalu sibuk mendengar suara ayam, hingga kasus pelecehan di kantornya tak terdengar.”

Reportase-reportase yang tersaji dalam buku ini sangat asyik untuk dibaca, dengan bahasa sederhana meskipun permasalahannya pelik. Sulit untuk menemukan produk jurnalistik seperti karya Cak Rusdi dalam media-media saat ini. Bahkan feature yang dibuat beberapa koran ternama dengan penjualan fantastis tidak bisa membuat karya seperti ini. Mungkin ada, tapi jumlahnya sedikit. Media, saat ini, alih-alih informatif, lebih bersifat rekreatif.

Tidak ada komentar untuk "Membaca Laporan Cak Rusdi"